Menurut cerita rakyat setempat, Gua Lawa mempunyai cerita legenda sendiri yang erat kaitannya dengan terciptanya nama Desa Siwarak. Konon pada waktu Agama Islam mulai berkembang di Pulau Jawa khususnya, maka diwilayah Banyumas ini ada dua mubaligh dengan dua orang pengikutnya yang mendapat tugas mengembangkan agama islam, mereka itu bernama Akhmad dan Mohamad yang kakak beradik serta Bangas dan Bangis. Di dalam bertugas mengembangkan agama islam, mereka mendapatkan tantangan hebat dari Pemerintah Kerajaan Majapahit. Seorang Panglima telah ditugaskan untuk membendung perkembangannya agama Islam, yakni Ki Sutarga. Di dalam tugasnya Ki Sutaraga, telah berhasil mematahkan usaha Akhmad dan Mohamad untuk mengembangkan agama Islam, sehingga dalam menghadapi kekuatan Ki Sutaraga ini Akhmad dan Mohamad terpaksa melarikan diri. Secara kebetulan dapat bersembunyi di dalam Gua Lawa, untuk memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa bagaimana caranya dapat menyelamatkan diri guna selanjutnya melaksanakan tugas mereka.
Dalam keheningan, kedua orang kakak beradik itu, memperoleh ilhan dari Tuhan Y.M.E agar mereka berdua berganti nama yakni Akhmad berganti nama Taruno dan Mohamad berganti nama menjadi Taruni. Setelah mengganti nama masing-masing mereka keluar dari gua.
Belum lama mereka berjalan dihentikanlah mereka oleh seseorang yang gagah perkasa yang ternyata adalah Ki Sutaraga, Senopati Majapahit. Waktu mereka ditanya oleh Ki Sutaraga, apakah mereka melihat Akhmad dan Mohamad, maka dengan cerkdiknya mereka menjawab bahwa mereka sering melihat Akhmad dam Mohamad. Tetapi dua hari yang lalu kedua orang tersebut telah mati diterkam dan dimakan oleh tiga ekor harimau. Satu keuntungan bagi Akhmad dan Mohamad, bahwa ki Sutaraga sebetulnya memang belum pernah melihat dan bertemu mereka. Oleh karena itu, apa yang mereka tuturkan dipercaya sepenuhnya oleh Ki Sutarag. Serta merta Ki Sutaraga memberitahukan kepada pasukannya, bahwa kedua orang yang mereka kejar-kejar itu dua hari yang lalu telah mati dimakan harimau. Bersorak-soraklah pasukan Kerajaan Majapahit itu.
Akhmad dan Mohamad mati ! Akhmad dan Mohamad mati ! “Sedang orang yang mereka katakan mati itu, dengan aman dan tentram pergi menjauh meninggalkan tempat tersebut, pergi keutara untuk melanjutkan perjuangan mengembangkan agama Islam.
Namun, sorak sorai pasukan Kerajaan Majapahit itu tertangkap juga oleh telinga Bagas dan Bagis, pengikut setia Akhmad dan Mohamad. Mereka ingin menuntut balas dan langsung menemui Ki Sutaraga, Senopati yang sakti pilih tanding itu. Dengan lantangnya Bangas dan Bangis menantang Ki Sutaraga untuk berperang tanding. Namun Ki Sutaraga, yang disamping sakti dan waskita itu, tidak menanggapi tantangan Bangas dan Bangis. Sikap Ki Sutaraga membuat Bangas dan Bangis menjadi penasaran, dan dengan kemarahan, mereka menyerang ki Sutaraga. Melihat gelagas yang tidak baik itu, Ki Sutaraga hanya bertolak pinggang, sambil berkata dengan suara gemuruh bergulung – gulung : “ Hai, kamu Bangas dan Bangis ! Kamu berdua adalah manusia-manusia yang tak tau diri, tingkah lakumu seperti binatang saja layaknya “. Demikianlah, karena kesaktian ucapan Ki Sutaraga, dengan menddak sontak, Banga dan Bangis berupa sipat dan wujudnya menjadi dua ekor binatang badak (Jawa : Warak). Melihat kejadian itu, para prajurit berteriak-teriak : “Warak …warak .. !”
Akhirnya setelah Ki Sutaraga diliputi oleh ketenangan, prajurit-prajuritnya berteriak-teriak itu dikumpulkan, sambil diminta untuk menyaksikan ucapannya, yakni : “Hai prajutit-prajurit semua, dengar dan saksikan. Karena peristiwa yang menimpa kedua orang ini yakni : Bangas dan Bangis, yang karena ulahnya sendiri telah berubah menjadi warak, maka supaya kalianlah yang menjadi saksi. Dihari kemudian bila hutan ini dapat tumbuh menjadi pedesaan, maka desa tersebut aku beri nama Desa SIWARAK.
Demikianlah legenda Gua Lawa, yang telah menyelamatkan Akhmad dan Muhamad dan mulai peristiwa yang memberikan nama desa Siwarak. Legenda ini diringkas dari cerita lisan yang disampaikan oleh Bapak Tambak, adik kepala Desa Siwarak, yang Kepala SD. Impres desa Siwarak pada waktu itu. Sebetulnya ceritera yang berbentuk Legenda itu panjang , dimana didalam Legenda tersebut terangkum kisah timbulnya nama-nama yang ada didalam legenda tersebut ada di komplek Gua Lawa. Seperti halnya Gua Ratu Ayu, konon kabarnya didalam Gua itu ada dua orang wanita cantik yang bernama Endang Murdaningsih dan Endang Murdaningkrum. Kedua putri cantik itu mempunyai tiga ekor binatang kesayangan, berupa tiga ekor harimau. Seekor putih, seekor hitam, seekor lagi kuning bunga asem. Konon penduduk disekitar gua pada malam-malam tertentu banyak yang telah melihat harimau kesayangan Ratu Ayu, pernah berkunjung kerumah Kepala Desa, yang dapat berwawancara langsung dengan Kepala Desa Siwarak bersama istrinya dan beberapa orang yang sedang bertugas ronda desa.
NAMA – NAMA DALAM GUA LAWA
Kita berjalan kemulut gua di sini kita akan menjumpai batu Semar yaitu batu yang mirip tokoh wayang Kyai Semar. Setelah itu kita akan melihat relief seperti pohon beringin putih sehingga disebut Waringin Seto. Dari sini kita berbelok kekanan akan menjumpai gua Istana Lawa dahulu pusat sarang kelelawar (Lawa). Berjalan sejenak belok ke kanan menuju Gua Dada Lawa, gua yang mirip dadanya kelelawar yang sedang membentangkan sayapnya, maka disebut Gua Dada Lawa. Keluar dari Gua Dada Lawa belok ke kanan kita akan melalui pancuran slamet dan Sendang Derajat, menurut cerita rakyat jika anda ingin awet muda cobalah anda cuci muka disini, tentang kebenarannya buktikan sendiri. Setelah itu kita akan memasuki Gua Gangsiran Bupati Guntur Daryono, karena pada waktu peresmian yang menggangsir pertama kali Bapak Guntur Daryono. Dari sini kita akan sampai di gua panembahan, setelah dari gua panembahan kita menuju Gua Rahayu. Kemudian naik sampailah di Batu Keris, dan setelah dari Batu Keris kita menuju Gua Langgar karena ada tempat Pengimaman yang menghadap kearah kiblat. Melalui lorong sempit menuju kearah jembatan terus keluar, lalu masuk ke Gua Cepet, mengapa dinamakan demikian, karena konon orang masuk gua ini sering tersesat dan sukar keluar. Kemudian keluar melalui lorong sempit menuju Gua Ratu Ayu. Selama kita memasuki gua, kita akan tetap merasakan segar karena banyaknya ventilasi-ventilasi gua yang selalu menghembuskan hawa / udara sejuk yang kita rasakan, hal inilah yang mengurangi kelelahan para pengunjung yang tidak terasa lelah menelusuri gua sepanjang ±1.300 m.
Sumber : www.purbalinggakab.go.id
Dalam keheningan, kedua orang kakak beradik itu, memperoleh ilhan dari Tuhan Y.M.E agar mereka berdua berganti nama yakni Akhmad berganti nama Taruno dan Mohamad berganti nama menjadi Taruni. Setelah mengganti nama masing-masing mereka keluar dari gua.
Belum lama mereka berjalan dihentikanlah mereka oleh seseorang yang gagah perkasa yang ternyata adalah Ki Sutaraga, Senopati Majapahit. Waktu mereka ditanya oleh Ki Sutaraga, apakah mereka melihat Akhmad dan Mohamad, maka dengan cerkdiknya mereka menjawab bahwa mereka sering melihat Akhmad dam Mohamad. Tetapi dua hari yang lalu kedua orang tersebut telah mati diterkam dan dimakan oleh tiga ekor harimau. Satu keuntungan bagi Akhmad dan Mohamad, bahwa ki Sutaraga sebetulnya memang belum pernah melihat dan bertemu mereka. Oleh karena itu, apa yang mereka tuturkan dipercaya sepenuhnya oleh Ki Sutarag. Serta merta Ki Sutaraga memberitahukan kepada pasukannya, bahwa kedua orang yang mereka kejar-kejar itu dua hari yang lalu telah mati dimakan harimau. Bersorak-soraklah pasukan Kerajaan Majapahit itu.
Akhmad dan Mohamad mati ! Akhmad dan Mohamad mati ! “Sedang orang yang mereka katakan mati itu, dengan aman dan tentram pergi menjauh meninggalkan tempat tersebut, pergi keutara untuk melanjutkan perjuangan mengembangkan agama Islam.
Namun, sorak sorai pasukan Kerajaan Majapahit itu tertangkap juga oleh telinga Bagas dan Bagis, pengikut setia Akhmad dan Mohamad. Mereka ingin menuntut balas dan langsung menemui Ki Sutaraga, Senopati yang sakti pilih tanding itu. Dengan lantangnya Bangas dan Bangis menantang Ki Sutaraga untuk berperang tanding. Namun Ki Sutaraga, yang disamping sakti dan waskita itu, tidak menanggapi tantangan Bangas dan Bangis. Sikap Ki Sutaraga membuat Bangas dan Bangis menjadi penasaran, dan dengan kemarahan, mereka menyerang ki Sutaraga. Melihat gelagas yang tidak baik itu, Ki Sutaraga hanya bertolak pinggang, sambil berkata dengan suara gemuruh bergulung – gulung : “ Hai, kamu Bangas dan Bangis ! Kamu berdua adalah manusia-manusia yang tak tau diri, tingkah lakumu seperti binatang saja layaknya “. Demikianlah, karena kesaktian ucapan Ki Sutaraga, dengan menddak sontak, Banga dan Bangis berupa sipat dan wujudnya menjadi dua ekor binatang badak (Jawa : Warak). Melihat kejadian itu, para prajurit berteriak-teriak : “Warak …warak .. !”
Akhirnya setelah Ki Sutaraga diliputi oleh ketenangan, prajurit-prajuritnya berteriak-teriak itu dikumpulkan, sambil diminta untuk menyaksikan ucapannya, yakni : “Hai prajutit-prajurit semua, dengar dan saksikan. Karena peristiwa yang menimpa kedua orang ini yakni : Bangas dan Bangis, yang karena ulahnya sendiri telah berubah menjadi warak, maka supaya kalianlah yang menjadi saksi. Dihari kemudian bila hutan ini dapat tumbuh menjadi pedesaan, maka desa tersebut aku beri nama Desa SIWARAK.
Demikianlah legenda Gua Lawa, yang telah menyelamatkan Akhmad dan Muhamad dan mulai peristiwa yang memberikan nama desa Siwarak. Legenda ini diringkas dari cerita lisan yang disampaikan oleh Bapak Tambak, adik kepala Desa Siwarak, yang Kepala SD. Impres desa Siwarak pada waktu itu. Sebetulnya ceritera yang berbentuk Legenda itu panjang , dimana didalam Legenda tersebut terangkum kisah timbulnya nama-nama yang ada didalam legenda tersebut ada di komplek Gua Lawa. Seperti halnya Gua Ratu Ayu, konon kabarnya didalam Gua itu ada dua orang wanita cantik yang bernama Endang Murdaningsih dan Endang Murdaningkrum. Kedua putri cantik itu mempunyai tiga ekor binatang kesayangan, berupa tiga ekor harimau. Seekor putih, seekor hitam, seekor lagi kuning bunga asem. Konon penduduk disekitar gua pada malam-malam tertentu banyak yang telah melihat harimau kesayangan Ratu Ayu, pernah berkunjung kerumah Kepala Desa, yang dapat berwawancara langsung dengan Kepala Desa Siwarak bersama istrinya dan beberapa orang yang sedang bertugas ronda desa.
NAMA – NAMA DALAM GUA LAWA
Kita berjalan kemulut gua di sini kita akan menjumpai batu Semar yaitu batu yang mirip tokoh wayang Kyai Semar. Setelah itu kita akan melihat relief seperti pohon beringin putih sehingga disebut Waringin Seto. Dari sini kita berbelok kekanan akan menjumpai gua Istana Lawa dahulu pusat sarang kelelawar (Lawa). Berjalan sejenak belok ke kanan menuju Gua Dada Lawa, gua yang mirip dadanya kelelawar yang sedang membentangkan sayapnya, maka disebut Gua Dada Lawa. Keluar dari Gua Dada Lawa belok ke kanan kita akan melalui pancuran slamet dan Sendang Derajat, menurut cerita rakyat jika anda ingin awet muda cobalah anda cuci muka disini, tentang kebenarannya buktikan sendiri. Setelah itu kita akan memasuki Gua Gangsiran Bupati Guntur Daryono, karena pada waktu peresmian yang menggangsir pertama kali Bapak Guntur Daryono. Dari sini kita akan sampai di gua panembahan, setelah dari gua panembahan kita menuju Gua Rahayu. Kemudian naik sampailah di Batu Keris, dan setelah dari Batu Keris kita menuju Gua Langgar karena ada tempat Pengimaman yang menghadap kearah kiblat. Melalui lorong sempit menuju kearah jembatan terus keluar, lalu masuk ke Gua Cepet, mengapa dinamakan demikian, karena konon orang masuk gua ini sering tersesat dan sukar keluar. Kemudian keluar melalui lorong sempit menuju Gua Ratu Ayu. Selama kita memasuki gua, kita akan tetap merasakan segar karena banyaknya ventilasi-ventilasi gua yang selalu menghembuskan hawa / udara sejuk yang kita rasakan, hal inilah yang mengurangi kelelahan para pengunjung yang tidak terasa lelah menelusuri gua sepanjang ±1.300 m.
Sumber : www.purbalinggakab.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar