Rabu, 26 September 2012
Budidaya Burung Walet
Seputar Budidaya Burung Walet ( Collacalia fuciphaga )
1. SEJARAH SINGKAT
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial
dan
suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan
ukuran
tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit
dan
runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung
ini tidak
pernah hinggap di pohon.
Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah
yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit-
langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan
berbiak.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa
Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah
3. JENIS
Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga
4. MANFAAT
Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari
air liurnya
(saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga
dapat
bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk
menyembuhkan
paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah
tenaga.
5. PERSYARATAN LOKASI
Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
1) Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
2) Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan
perkembangan masyarakat.
3) Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan
daging.
4) Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau,
sungai,
rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Suhu, Kelembaban dan Penerangan
Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban dan
penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami
berkisar
antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %.
Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:
a. Melapisi plafon dengan sekam setebal 20 cm
b. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
c. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk "L" yang berjaraknya 5
m satu
lubang, berdiameter 4 cm.
d. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
e. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang
berbentuk corong
dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam
gedung akan
lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.
2) Bentuk dan Konstruksi Gedung
Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya
bervariasi
dari 10x15 m2 sampai 10x20 m2. Makin tinggi wuwungan (bubungan)
dan
semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah
walet
dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh
pepohonan
tinggi.
Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian
luar dari
campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari
campuran
pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat
baik untuk
mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau
semen
dapat disirami air setiap hari.
Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat
dari kayu-
kayu yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan
rengat.
Atapnya terbuat dari genting.
Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat
berputar-
putar dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan
bersarang.
Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm2
dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan
dan kondisi
gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding
lubang
dicat hitam.
6.2. Pembibitan
Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja.
Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan
oleh
para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak
lagi,
pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara
burung
Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan
serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet.
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar
mau bersarang
di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar
masuk
dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari
wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam
16.0018.00, yaitu
waktu burung kembali mencari makan.
2) Perawatan Bibit dan Calon Induk
Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk
ditetaskan
pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung
walet
yang sedang melakukan "panen cara buang telur". Panen ini
dilaksanakan
setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur
walet
diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang
dalam
panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet
dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.
a. Memilih Telur Walet
Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :
- Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur
05 hari.
- Putih kemerahan, berumur 610 hari.
- Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 1015
hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014x1,353 cm dengan
berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan
tidak boleh
menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai
kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari
tempatnya.
Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak,
tidak
ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan
dengan
peneropongan.
b. Membawa Telur Walet
Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa
telur
yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh,
sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas.
Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon
dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan
telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan
telur tua lebih rendah.
3) Penetasan Telur Walet
a. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.
Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti
dengan telur
walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas
tisue
untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat
menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur
dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari
makan.
Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung
sriti dan
setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta
mencari makan.
b. Menetaskan telur walet pada mesin penetas
Suhu mesin penetas sekitar 400 C dengan kelembaban 70%. Untuk
memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan
piring
atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan
agar air
didalam cawan tersebut tidak habis.
Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau
mendata dan
jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur
dibalik dengan
hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga
dilakukan
peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang
embrionya mati
dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian
tengah telur
terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang
embrionya
hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan
telur dilakukan
sampai hari ke-12.
Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk
keperluan
pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah
1315
hari telur akan menetas.
6.3. Pemeliharaan
1) Perawatan Ternak
Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat
lemah. Anak
walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur
semut
(kroto segar) tiga kali sehari. Selama 23 hari anak walet
ini masih
memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak
perlu
dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh
diturunkan 12
derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin.
Setelah berumur ± 10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak
walet
dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan
alat
pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak.
Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang
dibawa
ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk
pelepasan.
Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak
waket akan
dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang
walet
dewasa.
2) Sumber Pakan
Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri.
Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah
pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk
mendapatkan
sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus
menyediakan
makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk
mengasilkan serangga adalah:
a. menanam tanaman dengan tumpang sari.
b. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
c. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
d. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
3) Pemeliharaan Kandang
Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk
di
lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi
dimasukan dalam
karung dan disimpan di gedung.
7. HAMA DAN PENYAKIT
1) Tikus
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus
mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat
menyebabkan suhu yang tidak nyaman. Cara pencegahan tikus dengan
menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu
yang
akan digunakan untuk sarang tikus.
2) Semut
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung
walet yang sedang bertelur. Cara pemberantasan dengan memberi
umpan
agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah
itu
semut disiram dengan air panas.
3) Kecoa
Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil
dan
tidak sempurna. Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida,
menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan
dibuang
agar tidak menjadi tempat persembunyian.
4) Cicak dan Tokek
Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan
anak
burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang
ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet. Cara pemberantasan
dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat
saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar
dibuat licin
dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.
8. PANEN
Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya
sudah
memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan
ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu
sarang walet
yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal
bagi
gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet
merasa
tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut,
para
pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan.
Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet
dengan beberapa cara, yaitu:
1) Panen rampasan
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur,
tetapi
pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai
keuntungan
yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan
total
produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini
tidak
baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan.
Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang
sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot
menjadi
kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi
pemacuan
waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
2) Panen Buang Telur
Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur
dua
butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola
ini
mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen
hingga
4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna
dan tebal.
Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk
menetaskan telurnya.
3) Panen Penetasan
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas
dan
sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena
sudah
mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya
adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman
sehingga polulasi burung dapat meningkat.
Adapun waktu panen adalah:
1) Panen 4 kali setahun
Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang
dihuni
dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama
dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen
selanjutnya dengan pola buang telur.
2) Panen 3 kali setahun
Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah
berjalan
dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai
yaitu,
panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola
rampasan
dan buang telur.
3) Panen 2 kali setahun
Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya
untuk
memperbanyak populasi burung walet.
9. PASCAPANEN
Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan
dan
penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari
kotoran-
kotoran yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara
sarang
walet yang bersih dengan yang kotor.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun
1999:
1) Modal tetap
a. Gedung
Rp. 13.000.000,-
b. Renovasi gedung
Rp. 10.000.000,-
c. Perlengkapan
Rp. 500.000,-
Jumlah modal tetap
Rp. 23.500.000,-
Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th)
Rp. 391.667,-
2) Modal Kerja
a. Biaya Pengadaan
- Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,-
Rp. 500.000,-
- Transportasi
Rp. 100.000,-
- Makan
Rp. 50.000,-
b. Biaya Kerja
- Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln
Rp. 15.000,-
- Panen
Rp. 20.000,-
Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- Rp.
685.000,-
3) Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
a. Modal tetap
Rp. 13.500.000,-
b. Modal kerja 1x Produksi
Rp. 685.000,-
Jumlah modal
Rp. 14.185.000,-
4) Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :
a sarang burung walet menghasilkan 1 kg
b sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
c untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 4 kg
- sarang burung sriti 60 kg
d untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 20 kg
- sarang burung sriti 300 kg
5) Biaya produksi
a. Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan
Rp. 391.667,-
b. Biaya tidak tetap
Rp. 685.000,-
Total Biaya Produksi per bulan
Rp. 1.076.667,-
Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti)
Rp. 67.292,-
6) Penjualan
a. sarang burung walet 1 kg
Rp. 17.000.000,-
b. sarang burung sriti 15 kg
Rp. 3.000.000,-
Untuk 1 kali produksi
Rp. 20.000.000,-
Untuk 5 tahun
a. sarang burung walet 20 kg
Rp. 340.000.000,-
b. sarang burung sriti 300 kg
Rp. 60.000.000,-
Jumlah penjualan
Rp. 400.000.000,-
7) Break Even Point
a. Pendapatan selama 5 Tahun
Rp. 400.000.000,-
b. Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln
Rp. 64.600.000,-
c. Keuntungan selama 5 tahun
Rp. 335.400.000,-
d. Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln
Rp. 5.590.000,-
e. BEP
232.919
8) Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi.
Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat
besar dan
masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang
banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang
walet yang
telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya
sarang
burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan
intensif.
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Chantler, P. & G. Driessens. Swift : A guide to the Swift an
Treeswift of the
World. Pica Press, the Banks. East Sussex, 1995.
2) Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di
Jawa
dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
3) Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet. 2.
Jakarta:
Penebar Swadaya, 1998.
4) Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4.
Jakarta: Penebar
Swadaya, 1994.
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar